Rabu, 20 Maret 2013

Sinopsis Film Kita vs Korupsi



Film Pendek 1
RUMAH PERKARA


Selama ini korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat negara yang berpangkat tinggi, tetapi korupsi juga dilakukan oleh pejabat – pejabat “kecil” didaerah terpencil. Seperti di dalam film pendek yang berjudul “Kita vs Korupsi” ini. Seorang pria mencalonkan diri sebagai lurah mengumbar janji akan meningkatkan kesejahteraan warga, mengurangi kemiskinan, menciptakan tempat tinggal yang layak bagi warga, dan akan melindungi warganya dari berbagai ancaman. Sang calon lurah bahkan berani bersumpah atas nama Tuhan akan memenuhi semua janjinya. Keadaaan berbalik 180 derajat ketika pria tersebut telah memegang jabatan sebagai lurah, janji tinggalah janji. Dia menyetujui keinginan seorang pengusaha real estate untuk membangun lapangan golf, sport center, real estate dan tempat komersil lainnya di daerah yang dia pimpin, bahkan menggusur pemukiman penduduk setempat untuk memenuhi perjanjiannya dengan pengusaha tersebut. Sumpah jabatan yang pernah dia ucapkan dengan lantang menjadi keskaralan yang disepelekan. Padahal dibalik kesakralan itu mengandung nilai dan esensi yang mengikat dan mengakar. Sumpah adalah sebuah kesakralan yang berisiko tinggi jika diabaikan dan dipermainkan baik dalam segi agama maupun negara. Lurah pengkhianat rakyat ini akhirnya berada dalam keadaan dilematis. Rumah janda muda yang menjadi selingkuhannya menjadi salah satu hambatan pengusaha untuk menyelesaikan proyeknya. Sehingga kaki tangan si pengusaha segera mendesak Pak Lurah agar mengusir janda tersebut dari rumah peninggalan suaminya. Janda itu mengancam akan menyebarkan hubungan gelap mereka apabila Lurah tersebut berani mengusirnya. Janda tersebut tetap berisikeras mempertahankan rumahnya walaupun beberapa preman telah membakar rumah itu dari luar. Tanpa terduga anak semata wayang Pak Lurah masuk kerumah tersebut karena ingin menyelamatkan si Janda. Namun mereka berdua terperangkap dirumah yang sudah dilahap api tersebut. Film ini ditutup dengan adegan Pak Lurah yang menerima kabar kematian anaknya melalui pesan singkat, dia menangis dan menyesali segalanya yang sudah terjadi. Mungkin inilah balasan dari Tuhan untuk si Lurah pengkhianat atas segala janji dan amanah yang dia ingkari. Film ini memberikan berbagai pelajaran untuk kita agar selalu memenuhi janji dan amanah yang kita pegang. Dalam film ini kita melihat bahwa pejabat sebagai orang yang dipilih oleh rakyat semestinya menjalankan kewenangannya dengan amanah dan profesional. Pejabat sebagai kepercayaan publik semestinya sadar bahwa kekuasaan dan jabatan itu hanyalah amanah dan titipan yang kelak akan dipertanggung jawabkan. Selain harta dan tahta, wanita adalah salah satu “musuh” pejabat. Ketika seorang pejabat mengingkari janjinya pada rakyat maka yang menjadi korban adalah keluarga terutama anak yang tidak berdosa seperti kisah di film ini.

Film “rumah perkara” ini menyadarkan kita bahwa:

1.      Kasus – kasus korupsi yang terjadi di negara – negara berkembang salah satunya Indonesia membuat konvergensi antara negara maju dan berkembang semakin sulit dicapai. Sering kita melihat calon pemimpin yang memberikan janji-janji dan harapan kepada warganya saat pemilihan pemimpin suatu daerah. Berbagai janji mereka berikan agar terpilih. Janji membangun jalan, fasilitas pendidikan, membebaskan biaya pendidikan dan kesehatan. Namun berapa banyak janji yang mereka penuhi saat mereka telah terpilih? Para pemimpin sangat sulit melakukan hal yang benar saat sudah berhadapan dengan uang yang ada di depan mata. Semakin hari semakin marak kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Sistem perhukuman Indonesia harus diperbaiki untuk mengurangi kasus korupsi yang semakin banyak dan tidak membuat para pelakunya jera. Kasus korupsi yang pernah dilakukan lurah seperti :

·         Kasus dana sewa tower untuk bangun mesjid – Lurah Cibodas

·         Korupsi Raskin – Lurah dan Sekcam Sulawesi Selatan tahun 2009.

2.      Institusi Ekstraktif. Keadaan Institusi Ekstraktif ini hanya mementingkan kepentingan kelompok elit yang mendistorsi penyedotan dan penggunaan sumber daya masyarakat. Melalui wewenang kenegaraan, institusi menyedot, mengarahkan, dan mendistribusikan kembali uang yang diperolehnya ke ”masyarakat”. Sebenarnya ini merupakan fungsi negara di mana pun. Disebut ekstraktif karena kegagalannya memberi kembali dengan cara yang menyejahterakan masyarakat. Dikaitkan dengan kegagalan, institusi ekstraktif tak memberikan program pembangunan yang memfasilitasi kemajuan masyarakat: pengetahuan, peningkatan kapasitas sosial, infrastruktur ekonomi yang dibutuhkan. Dana yang diambil dari masyarakat digunakan untuk menjaga keberadaannya sendiri, dibagikan, dan ”didelegasikan” di lingkaran elitenya. Sedikit sisanya untuk rakyat dan tanpa pemikiran matang pula. Oleh karena itu, basis ekonomi formal kian menciut pada sesuatu yang dikucurkan melalui negara, bukan perluasan ekonomi masyarakat.
Film pendek 2
AKU PADAMU


Film ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Laras yang ayahnya adalah seorang koruptor. Film ini dibuat begitu apik dengan banyak adegan flashback ke masa lalu Laras saat dia masih duduk dibangku sekolah dasar. Bercerita tentang Laras yang tidak bangga dengan perilaku koruptor ayahnya dan tumbuh menjadi gadis yang berusaha selalu bersikap jujur. Sifat jujur Laras timbul karena kehadiran figur guru honorer yang sederhana, namun sangat peduli dan dekat dengan murid-muridnya. Guru ini selalu mengajarkan muridnya untuk berperilaku jujur dengan pepatah “Kamu cerminan rumahmu” yang membekas di hati sang gadis hingga dia tumbuh dewasa. Guru honorer ini akhirnya diberhentikan, berkas lamarannya ditolak karena dia tidak menyogok untuk mendapatkan pekerjaan di sekolah tersebut. Kerinduan Guru honorer ini dengan murid-muridnya membuat dia kembali kesekolah menggunakan pakaian badut untuk menghibur para muridnya. Sampai akhirnya guru ini meninggal dunia meninggalkan anak istrinya, Laras menangis melihat kepergian guru yang telah memberikan dia banyak pelajaran. Sampai dia tumbuh menjadi dewasa Laras tetap memegang teguh kejujuran dan malu karena kenyataannya ayahnya adalah seorang koruptor. Sungguh berbeda dengan yang terjadi saat ini, dimana banyak remaja yang justru bangga memamerkan mobil atau gadget dari orangtua tanpa mengkritisi bagaimana barang – barang mewah itu diperoleh. Hingga suatu ketika Laras berencana “kawin lari” dengan dengan kekasihnya dan terhambat karena berkas yang mereka miliki tidak lengkap. Calo yang ada di kantor KUA pun menawari mereka untuk mengurusi semua berkas dan pernikahan bisa dilanjutkan dengan lancar. Namun Laras menolaknya dan akhirnya terlibat pertengkaran kecil dengan kekasihnya yang berisi keras untuk menggunakan calo agar pernikahan mereka lancar. Laras pun menceritakan kisah Guru yang menjadi panutannya yang rela kehilangan pekerjaan karena tidak ingin menyogok dalam mendapatkan pekerjaan tersebut. Hal ini akhirnya menyadarkan sang kekasih dan mengajak Laras untuk melakukan hal yang benar dengan cara yang benar.

“If you wanna do the right thing, let’s do it right way”

Film ini memberi pelajaran untuk  kita bahwa :

1.    Pengangguran yang masih menjadi masalah besar negara kita. Lapangan kerja yang ada sedikit, dalam perekrutan pun harus melalui penyogokan membuat negara ini makin terpuruk. Persaingan yang ketat dalam memperoleh pekerjaan khususnya PNS membuat perilaku koruptor pun terjadi dimana - mana. Banyak orang yang menyogok untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka harapkan. Bagi mereka yang jujur harus siap untuk tersingkirkan dan tidak mampu berbuat apa – apa.

2.    Para kaum muda harusnya mengkritisi setiap barang mewah yang di berikan oleh orang tua mereka seperti tokoh Laras yang ada di film ini. Berusaha untuk bersikap jujur sedini mungkin akan membantu mengurangi perilaku korupsi yang sudah mengakar di tengah masyarakat. Namun yang terjadi saat ini kaum muda malah bangga memamerkan barang yang mereka miliki tanpa tahu dari uang halal atau haram barang itu dibeli.

3.    Korupsi ada dimana-mana, mengakar di masyarakat ada disetiap tempat, dari hal – hal yang kecil dan selama ini kita meremehkannya. Saat ini korupsi bisa terjadi di kantor KUA, lurah atau dirumah kita sekalipun. Kita geram melihat perilaku para koruptor di televisi namun kita dengan gampang melakukan korupsi itu sendiri. Untuk memberantas korupsi mulailah dari hal yang paling kecil. Mungkin kita tidak mampu menyelesaikan kasus – kasus korupsi yang besar, tapi dapat kita kurangi dengan mulai berperilaku bersih dan jujur dari diri sendiri.


Film Pendek 3
Selamat Siang, Risa!



Kemiskinan tidak selamanya menjadi alasan bagi seseorang untuk mau berbuat kejahatan atau korupsi. Hal tersebut tergantung dengan bagaimana seseorang itu memandang kemiskinan, tetap bersabar dan berusaha atau menyerah pada keadaan dan melakukan cara yang instan. Seperti cerita di dalam film pendek “Selamat Siang, Risa!” dimana sebuah keluarga sederhana yang berjuang hidup di jalan yang benar melalui banyak godaan mendapatkan sejumlah rupiah dengan cara yang tidak halal. Film ini diawali dengan adegan seorang Kepala bagian Perizinan sebuah kantor bernama Risa Arwoko yang sedang ditawari sejumlah uang. Penyogokan ini mengingatkan Risa tentang perjuangan orang tuanya yang teguh berkomitmen untuk tidak menerima sogokan walaupun kondisi mereka sedang sulit. Kilas balik ke masa lalu dengan latar belakang tahun 1970an Ayah Risa bernama Arwoko adalah mandor gudang sebuah perusahaan pemerintah. Sedangkan ibunya membantu ekonomi keluarga dengan membuka usaha taylor. Kehidupan mereka sangat sederhana namun harmonis. Sampai saat  anak mereka yaitu adiknya Risa jatuh sakit, beras yang mereka miliki pun semakin menipis. Kemudian datang seorang pengusaha beras kaya raya bernama Koh Abeng yang ingin menimbun stok berasnya di gudang perusahaan yang menjadi tanggung jawab Pak Arwoko, Koh Abeng menawarkan sejumlah uang sebagai imbalan. Namun Pak Arwoko menolak upaya penyogokan dari Koh Abeng yang ingin menimbun beras karena beberapa hari lagi dipastikan harga beras akan naik. Walaupun keadaan mereka sangat sulit, beras yang mereka miliki sudah habis, dan anaknya yang paling kecil sedang sakit, Pak Arwoko teguh untuk memegang prinsip kejujuran. Film ini diakhiri dengan adegan Risa yang menolak tawaran uang seperti ayahnya menolak sogokan Koh Abeng kemudian dia pergi dari kantor bersama supirnya, memandang sekelilingnya dan terjebak kemacetan. Risa turun dari mobil dan memilih berjalan kaki sambil melihat fenomena - fenomena korupsi “kecil –kecilan” yang terjadi di masyarakat. Melihat seorang polisi yang sedang menerima uang dan berbagai ragam sisi lain kehidupan di ibukota.

Semuanya kembali lagi dari awal, darimana kita berasal, bagaimana kita, akan mempengaruhi tindakan kita dimasa depan”

Film pendek “Selamat Siang, Risa!” ini menyadarkan kita tentang :

1.        Praktek korupsi sudah dari dulu terjadi di Negeri kita tercinta ini. Korupsi di Indonesia mulai marak saat jaman orde baru dimana Soeharto masih berkuasa. Seperti cerita diatas yang berlatar belakang tahun 1970an saat harga beras dipastikan naik beberapa hari lagi, para pengusaha beras berusaha untuk menimbun beras yang mereka miliki sehingga yang terjadi adalah kelangkaan. Padahal si pengusaha beras itu sendiri adalah orang yang cukup mapan. 

2.        Makanan yang halal yang diperoleh dari uang yang halal tentu menjadi berkah bagi yang menikmatinya. Contoh yang baik dari orangtua akan menjadi pelajaran yang sempurna bagi seorang anak. Risa berhasil menjadi orang yang sukses walaupun dia berasal dari keluarga sederhana. Orang tuanya yang selalu bersikap jujur membuatnya tumbuh menjadi orang yang jujur pula.



Rangkuman Film Kita Vs Korupsi
Film Pendek 4
Ssst Jangan Bilang Siapa – Siapa!

Buah itu tidak jatuh jauh dari pohonnya, itulah pepatah yang cocok untuk menggambarkan film pendek “sst jangan bilang siapa-siapa” film ini bercerita tentang perilaku korupsi dalam kehidupan sehari - hari yang mungkin kita pernah melakukannya. Gita adalah siswa smu yang baru saja membeli handycam hasil dari jerih payahnya menabung uang. Berbanding terbalik dengan teman – teman dekatnya yang sering membohongi orang tua mereka untuk mendapatkan gadget atau barang mewah lain yang mereka inginkan. Dengan berdalih untuk keperluan sekolah teman – teman gita dengan mudah mendapatkan uang dari orang tua mereka. Tidak hanya di kalangan siswa, praktek korupsi dan perilaku tidak jujur juga terjadi kalangan pendidik yaitu guru. Temannya Gita yang bertugas menjual buku dari gurunya mengungkapkan alasan mengapa Gita mendapat nilai yang lebih rendah dari temannya hanya karena dia tidak membeli buku yang dijual gurunya. Nilai bukannya ditentukan prestasinya tetapi ditentukan menguntungkan atau tidaknya guru tersebut. Di lain pihak, temannya yang lain terbiasa berbohong kepada orang tuanya saat meminta uang untuk membeli buku pelajaran. Ayahnya anak ini berbohong kepada atasannya. Atasannya akan berbohong kepada atasannya. Karena ini, terbentuk lingkaran kebohongan. Temannya Gita menganggap sogok menjadi biasa. Inilah yang terjadi di masyarakat kita sekarang. Berbohong, sogok, menggunakan calo untuk menyederhanakan masalah jadi biasa. Padahal ini merupakan perbuatan yang memalukan dan merusak suatu negara. Selama korupsi belum teratasi negara ini tidak makmur. Kesejahteraan masyarakat kita tidak akan merata. Nantinya banyak orang yang kaya karena uang haram dan banyak yang miskin kelaparan yang menjadi korban korupsi yang pada akhirnya akan memicu adanya tindak kekerasan, kejahatan, pencurian, dan kejahatan lain yang semuanya berawal dari menganggap ketidakjujuran hal yang biasa.
Film “Sst jangan bilang siapa – siapa” ini menyadarkan kita bahwa :
1. Tenaga pendidik seperti guru juga melakukan tindak korupsi, misalnya dengan me mark up harga buku yang mereka jual dan setiap siswa harus membelinya. Disini siswa lah yang menjadi korban. Seorang guru harusnya memberikan pembelajaran dan contoh yang baik bukan malah mengajarkan korupsi kepada generasi muda yang menjadi calon pemimpin bangsa, karena maju atau tidaknya suatu bangsa ditentukan oleh pemuda.
2. Jaringan eksternalitas positif yang terjadi di masyarakat khususnya kaum muda. Dimana mereka membeli barang – barang karena melihat perilaku konsumsi orang lain. Gaya hidup hedonis membuat kaum muda tidak lagi kritis memikirkan darimanakah uang yang mereka peroleh. Film ini menunjukkan realitas yang terjadi di sekitar kita dimana kaum muda saja sudah mulai melakukan kebohongan – kebohongan kecil yang mereka anggap sepele. Orang tua mereka pun terbiasa melakukan korupsi kecil- kecilan yang pastinya akan turun pada anak mereka sendiri. Lingkaran kebohongan terus terbentuk karena tidak ada upaya yang nyata dalam menegakkan sikap jujur.
3. Korupsi tidak hanya terjadi di lingkungan para pejabat negara, praktek korupsi bisa terjadi dimana saja dan kapan saja bahkan didalam keluarga kita sendiri, untuk itu mulailah berbenah diri untuk menghindari prilaku koruptor.
Dari keseluruhan film pendek diatas Kita sadar bahwa :
Korupsi bisa menimpa siapa saja, sebab setiap orang berpotensi menjadi pelaku sekaligus korban korupsi. Namun, berdasarkan kenyataan, elemen masyarakat yang paling rentan dari bahaya korupsi – terseret jadi pelaku dan terhukum adalah para pejabat publik, aparat pemerintah, termasuk kalangan pelaku bisnis yang mengelola badan-badan usaha milik publik. Fenomena ini setidaknya tercermin dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, sudah puluhan bahkan ratusan pejabat (mantan pejabat) diajukan kepengadilan. Latar belakang sosial para terdakwa juga bervariasi dari mantan presiden dan keluarganya, mantan menteri, kepala badan usaha milik negara, gubernur, bupati, walikota, kepala dinas, anggota legislatif dan sebagainya, bahkan hingga pengurus Rukun Warga/Rukun Tetangga, Deretan pelaku korupsi yang bakal terseret jerat hukum tentu akan bertambah banyak, seiring dengan kuatnya tuntutan masyakat agar penanggulangan korupsi ditingkatkan dalam bentuk yang lebih efektif. Menghadapi kecenderungan ini, tentu setiap orang –terutama kelompok rentan korupsi tersebut di atas– berusaha agar anggota keluarganya terhindar dari wabah penyakit korupsi. Jadi masalah, korupsi sesungguhnya berakar pada nafsu yang kemudian menjadikan seseorang menjadi serakah mengejar kenikmatan hidup dengan jalan pintas dan melanggar hukum, seringkali bermula dari hal sepele, namun kemudian membesar karena mendapat stimulus dari orang-orang dekat. Beberapa studi mengenai korupsi menyimpulkan adanya kontribusi orang-orang dekat yang mendorong seorang pejabat melakukan korupsi. Boleh jadi mereka itu adalah Anak, Menantu, Ponakan, Isteri,Besan, Ipar, Saudara (AMPIBIS), yang karena kehidupan yang hedonis dan konsumtif kerap secara tidak sadar mendorong seseorang melakukan korupsi. Kesadaran anggota keluarga sering datang terlambat, yakni ketika masalah tersebut terlanjur menjadi perhatian publik dan pelaku masuk ke dalam perangkap hukum. Disisi lain, anggota keluarga inti ini pula yang pada gilirannya harus menanggung berbagai resiko dari perbuatan korupsi, termasuk anak keturunan seiring dengan adanya “kewajiban ahli waris” mempertanggungjawabkannya
Jenis Korupsi Menurut UU
Berdasarkan pengamatan, para pelaku korupsi kerap tidak menyadari apa yang dia lakukan dapat menyeret dirinya ke dalam penjara karena merupakan perbuatan korupsi. Seorang pengelola proyek yang menerima hadiah dari kontraktor untuk memuluskan proyek, misalnya, sering beranggapan bahwa pemberian itu sebagai “berkat”. Padahal sesungguhnya merupakan perbuatan korupsi. Demikian pula seorang bupati yang suka mengotak-atik penggunaan dana APBD sehingga menyimpang dari peruntukkan sebenarnya, demi memperkaya diri sendiri, pada dasarnya telah melakukan korupsi. Sejalan dengan tekad memerangi korupsi, maka beberapa tindakan yang bersifat koruptif, kini telah ditegaskan dalam UU No. 31 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. Perbuatan dimaksud serta ancaman hukum yang dapat dikenakan kepada pelakunya antara lain:
1. Memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi yang secara melawan hukum dan dapat merugikan keuangan/perekonomian negara. 
2. Menyalahgunakan kewenangan/ kesempatan/ sarana yang ada padanya karena jabatan/ kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain yang dapat merugikan keuangan /perekonomian negara. 
3. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri/penyelenggara negara supaya mau berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya atau tidak dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannnya.
4. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara.
5. a. Melakukan pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan secara curang yang dapat membahayakan keamanan orang/barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang. b. Menyerahkan barang keperluan TNI atau Polri secara curang, yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang. 
6. Menggelapkan uang atau surat berharga, atau membiarkan barang tersebut diambil/digelapkan atau membantu menggambil/ menggelapkan. 
7. Memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk administrasi. 
8. Menggelapkan, menghancurkan, membuat tak dapat dipakai, merusak alat bukti dan atau membiarkan atau membantu orang lain menggelapkan, menghancurkan, membuat tak dapat dipakai, merusak alat bukti.
9. Menerima hadiah atau janji karena kewenangan/ kekuasaan jabatannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar