Film Pendek 1
RUMAH PERKARA
Selama ini korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat
negara yang berpangkat tinggi, tetapi korupsi juga dilakukan oleh pejabat –
pejabat “kecil” didaerah terpencil. Seperti di dalam film pendek yang berjudul
“Kita vs Korupsi” ini. Seorang pria mencalonkan diri sebagai lurah mengumbar
janji akan meningkatkan kesejahteraan warga, mengurangi kemiskinan, menciptakan
tempat tinggal yang layak bagi warga, dan akan melindungi warganya dari
berbagai ancaman. Sang calon lurah bahkan berani bersumpah atas nama Tuhan akan
memenuhi semua janjinya. Keadaaan berbalik 180 derajat ketika pria tersebut
telah memegang jabatan sebagai lurah, janji tinggalah janji. Dia menyetujui
keinginan seorang pengusaha real estate untuk membangun lapangan golf, sport
center, real estate dan tempat komersil lainnya di daerah yang dia pimpin,
bahkan menggusur pemukiman penduduk setempat untuk memenuhi perjanjiannya
dengan pengusaha tersebut. Sumpah jabatan yang pernah dia ucapkan dengan
lantang menjadi keskaralan yang disepelekan. Padahal dibalik kesakralan itu
mengandung nilai dan esensi yang mengikat dan mengakar. Sumpah adalah
sebuah kesakralan yang berisiko tinggi jika diabaikan dan dipermainkan baik
dalam segi agama maupun negara. Lurah pengkhianat rakyat ini akhirnya berada
dalam keadaan dilematis. Rumah janda muda yang menjadi selingkuhannya menjadi
salah satu hambatan pengusaha untuk menyelesaikan proyeknya. Sehingga kaki
tangan si pengusaha segera mendesak Pak Lurah agar mengusir janda tersebut dari
rumah peninggalan suaminya. Janda itu mengancam akan menyebarkan hubungan gelap
mereka apabila Lurah tersebut berani mengusirnya. Janda tersebut tetap
berisikeras mempertahankan rumahnya walaupun beberapa preman telah membakar
rumah itu dari luar. Tanpa terduga anak semata wayang Pak Lurah masuk kerumah
tersebut karena ingin menyelamatkan si Janda. Namun mereka berdua terperangkap
dirumah yang sudah dilahap api tersebut. Film ini ditutup dengan adegan Pak
Lurah yang menerima kabar kematian anaknya melalui pesan singkat, dia menangis
dan menyesali segalanya yang sudah terjadi. Mungkin inilah balasan dari Tuhan
untuk si Lurah pengkhianat atas segala janji dan amanah yang dia ingkari. Film
ini memberikan berbagai pelajaran untuk kita agar selalu memenuhi janji dan
amanah yang kita pegang. Dalam film ini kita melihat bahwa pejabat sebagai
orang yang dipilih oleh rakyat semestinya menjalankan kewenangannya dengan
amanah dan profesional. Pejabat sebagai kepercayaan publik semestinya sadar
bahwa kekuasaan dan jabatan itu hanyalah amanah dan titipan yang kelak akan
dipertanggung jawabkan. Selain harta dan tahta, wanita adalah salah satu
“musuh” pejabat. Ketika seorang pejabat mengingkari janjinya pada rakyat maka
yang menjadi korban adalah keluarga terutama anak yang tidak berdosa seperti
kisah di film ini.
Film “rumah perkara” ini menyadarkan kita bahwa:
1. Kasus – kasus korupsi yang terjadi di
negara – negara berkembang salah satunya Indonesia membuat konvergensi antara
negara maju dan berkembang semakin sulit dicapai. Sering kita melihat calon
pemimpin yang memberikan janji-janji dan harapan kepada warganya saat pemilihan
pemimpin suatu daerah. Berbagai janji mereka berikan agar terpilih. Janji
membangun jalan, fasilitas pendidikan, membebaskan biaya pendidikan dan
kesehatan. Namun berapa banyak janji yang mereka penuhi saat mereka telah
terpilih? Para pemimpin sangat sulit melakukan hal yang benar saat sudah
berhadapan dengan uang yang ada di depan mata. Semakin hari semakin marak kasus
korupsi yang terjadi di Indonesia. Sistem perhukuman Indonesia harus diperbaiki
untuk mengurangi kasus korupsi yang semakin banyak dan tidak membuat para
pelakunya jera. Kasus korupsi yang pernah dilakukan lurah seperti :
· Kasus dana sewa tower untuk bangun
mesjid – Lurah Cibodas
· Korupsi Raskin – Lurah dan Sekcam
Sulawesi Selatan tahun 2009.
2. Institusi Ekstraktif. Keadaan
Institusi Ekstraktif ini hanya mementingkan kepentingan kelompok elit yang mendistorsi penyedotan dan
penggunaan sumber daya masyarakat. Melalui wewenang kenegaraan, institusi
menyedot, mengarahkan, dan mendistribusikan kembali uang yang diperolehnya ke
”masyarakat”. Sebenarnya ini merupakan fungsi negara di mana pun. Disebut ekstraktif
karena kegagalannya memberi kembali dengan cara yang menyejahterakan
masyarakat. Dikaitkan dengan kegagalan, institusi ekstraktif tak memberikan
program pembangunan yang memfasilitasi kemajuan masyarakat: pengetahuan,
peningkatan kapasitas sosial, infrastruktur ekonomi yang dibutuhkan. Dana yang
diambil dari masyarakat digunakan untuk menjaga keberadaannya sendiri,
dibagikan, dan ”didelegasikan” di lingkaran elitenya. Sedikit sisanya untuk
rakyat dan tanpa pemikiran matang pula. Oleh karena itu, basis ekonomi formal
kian menciut pada sesuatu yang dikucurkan melalui negara, bukan perluasan
ekonomi masyarakat.
Film pendek 2
AKU PADAMU
Film ini
menceritakan tentang seorang gadis bernama Laras yang ayahnya adalah seorang
koruptor. Film ini dibuat begitu apik dengan banyak adegan flashback ke masa lalu
Laras saat dia masih duduk dibangku sekolah dasar. Bercerita tentang Laras yang
tidak bangga dengan perilaku koruptor ayahnya dan tumbuh menjadi gadis yang
berusaha selalu bersikap jujur. Sifat jujur Laras timbul karena kehadiran figur guru honorer yang sederhana, namun sangat
peduli dan dekat dengan murid-muridnya. Guru ini selalu mengajarkan muridnya
untuk berperilaku jujur dengan pepatah “Kamu cerminan rumahmu” yang membekas di
hati sang gadis hingga dia tumbuh dewasa. Guru honorer ini akhirnya
diberhentikan, berkas lamarannya ditolak karena dia tidak menyogok untuk
mendapatkan pekerjaan di sekolah tersebut. Kerinduan Guru honorer ini dengan
murid-muridnya membuat dia kembali kesekolah menggunakan pakaian badut untuk
menghibur para muridnya. Sampai akhirnya guru ini meninggal dunia meninggalkan
anak istrinya, Laras menangis melihat kepergian guru yang telah memberikan dia
banyak pelajaran. Sampai dia tumbuh menjadi dewasa Laras tetap memegang teguh
kejujuran dan malu karena kenyataannya ayahnya adalah seorang koruptor. Sungguh
berbeda dengan yang terjadi saat ini, dimana banyak remaja yang justru bangga
memamerkan mobil atau gadget dari orangtua tanpa mengkritisi bagaimana barang –
barang mewah itu diperoleh. Hingga suatu ketika Laras berencana “kawin lari”
dengan dengan kekasihnya dan terhambat karena berkas yang mereka miliki tidak
lengkap. Calo yang ada di kantor KUA pun menawari mereka untuk mengurusi semua
berkas dan pernikahan bisa dilanjutkan dengan lancar. Namun Laras menolaknya dan
akhirnya terlibat pertengkaran kecil dengan kekasihnya yang berisi keras untuk
menggunakan calo agar pernikahan mereka lancar. Laras pun menceritakan kisah
Guru yang menjadi panutannya yang rela kehilangan pekerjaan karena tidak ingin
menyogok dalam mendapatkan pekerjaan tersebut. Hal ini akhirnya menyadarkan
sang kekasih dan mengajak Laras untuk melakukan hal yang benar dengan cara yang
benar.
“If you wanna do the right thing,
let’s do it right way”
Film ini memberi pelajaran untuk kita bahwa :
1. Pengangguran yang masih menjadi
masalah besar negara kita. Lapangan kerja yang ada sedikit, dalam perekrutan
pun harus melalui penyogokan membuat negara ini makin terpuruk. Persaingan yang
ketat dalam memperoleh pekerjaan khususnya PNS membuat perilaku koruptor pun
terjadi dimana - mana. Banyak orang yang menyogok untuk mendapatkan pekerjaan
yang mereka harapkan. Bagi mereka yang jujur harus siap untuk tersingkirkan dan
tidak mampu berbuat apa – apa.
2. Para kaum muda harusnya mengkritisi
setiap barang mewah yang di berikan oleh orang tua mereka seperti tokoh Laras
yang ada di film ini. Berusaha untuk bersikap jujur sedini mungkin akan
membantu mengurangi perilaku korupsi yang sudah mengakar di tengah masyarakat.
Namun yang terjadi saat ini kaum muda malah bangga memamerkan barang yang
mereka miliki tanpa tahu dari uang halal atau haram barang itu dibeli.
3. Korupsi ada dimana-mana, mengakar di
masyarakat ada disetiap tempat, dari hal – hal yang kecil dan selama ini kita
meremehkannya. Saat ini korupsi bisa terjadi di kantor KUA, lurah atau dirumah
kita sekalipun. Kita geram melihat perilaku para koruptor di televisi namun
kita dengan gampang melakukan korupsi itu sendiri. Untuk memberantas korupsi
mulailah dari hal yang paling kecil. Mungkin kita tidak mampu menyelesaikan
kasus – kasus korupsi yang besar, tapi dapat kita kurangi dengan mulai
berperilaku bersih dan jujur dari diri sendiri.
Film Pendek 3
Selamat Siang,
Risa!
Kemiskinan tidak selamanya menjadi alasan bagi seseorang
untuk mau berbuat kejahatan atau korupsi. Hal tersebut tergantung dengan
bagaimana seseorang itu memandang kemiskinan, tetap bersabar dan berusaha atau
menyerah pada keadaan dan melakukan cara yang instan. Seperti cerita di dalam
film pendek “Selamat Siang, Risa!” dimana sebuah keluarga sederhana yang
berjuang hidup di jalan yang benar melalui banyak godaan mendapatkan sejumlah
rupiah dengan cara yang tidak halal. Film ini diawali dengan adegan seorang
Kepala bagian Perizinan sebuah kantor bernama Risa Arwoko yang sedang ditawari
sejumlah uang. Penyogokan ini mengingatkan Risa tentang perjuangan orang tuanya
yang teguh berkomitmen untuk tidak menerima sogokan walaupun kondisi mereka
sedang sulit. Kilas balik ke masa lalu dengan latar belakang tahun 1970an Ayah
Risa bernama Arwoko adalah mandor gudang sebuah perusahaan pemerintah.
Sedangkan ibunya membantu ekonomi keluarga dengan membuka usaha taylor. Kehidupan mereka sangat
sederhana namun harmonis. Sampai saat anak mereka yaitu adiknya Risa
jatuh sakit, beras yang mereka miliki pun semakin menipis. Kemudian datang seorang
pengusaha beras kaya raya bernama Koh Abeng yang ingin menimbun stok berasnya
di gudang perusahaan yang menjadi tanggung jawab Pak Arwoko, Koh Abeng
menawarkan sejumlah uang sebagai imbalan. Namun Pak Arwoko menolak upaya
penyogokan dari Koh Abeng yang ingin menimbun beras karena beberapa hari lagi
dipastikan harga beras akan naik. Walaupun keadaan mereka sangat sulit, beras
yang mereka miliki sudah habis, dan anaknya yang paling kecil sedang sakit, Pak
Arwoko teguh untuk memegang prinsip kejujuran. Film ini diakhiri dengan adegan
Risa yang menolak tawaran uang seperti ayahnya menolak sogokan Koh Abeng
kemudian dia pergi dari kantor bersama supirnya, memandang sekelilingnya dan
terjebak kemacetan. Risa turun dari mobil dan memilih berjalan kaki sambil
melihat fenomena - fenomena korupsi “kecil –kecilan” yang terjadi di
masyarakat. Melihat seorang polisi yang sedang menerima uang dan berbagai ragam
sisi lain kehidupan di ibukota.
“Semuanya kembali lagi dari awal, darimana kita berasal,
bagaimana kita, akan mempengaruhi tindakan kita dimasa depan”
Film pendek “Selamat Siang, Risa!” ini menyadarkan kita
tentang :
1. Praktek korupsi sudah dari dulu
terjadi di Negeri kita tercinta ini. Korupsi di Indonesia mulai marak saat
jaman orde baru dimana Soeharto masih berkuasa. Seperti cerita diatas yang
berlatar belakang tahun 1970an saat harga beras dipastikan naik beberapa hari
lagi, para pengusaha beras berusaha untuk menimbun beras yang mereka miliki
sehingga yang terjadi adalah kelangkaan. Padahal si pengusaha beras itu sendiri
adalah orang yang cukup mapan.
2. Makanan yang halal yang diperoleh dari
uang yang halal tentu menjadi berkah bagi yang menikmatinya. Contoh yang baik
dari orangtua akan menjadi pelajaran yang sempurna bagi seorang anak. Risa
berhasil menjadi orang yang sukses walaupun dia berasal dari keluarga
sederhana. Orang tuanya yang selalu bersikap jujur membuatnya tumbuh menjadi orang
yang jujur pula.
Rangkuman Film Kita Vs Korupsi
Film Pendek 4
Ssst Jangan
Bilang Siapa – Siapa!
Buah itu tidak jatuh jauh dari pohonnya, itulah pepatah yang cocok untuk menggambarkan film pendek “sst jangan bilang siapa-siapa” film ini bercerita tentang perilaku korupsi dalam kehidupan sehari - hari yang mungkin kita pernah melakukannya. Gita adalah siswa smu yang baru saja membeli handycam hasil dari jerih payahnya menabung uang. Berbanding terbalik dengan teman – teman dekatnya yang sering membohongi orang tua mereka untuk mendapatkan gadget atau barang mewah lain yang mereka inginkan. Dengan berdalih untuk keperluan sekolah teman – teman gita dengan mudah mendapatkan uang dari orang tua mereka. Tidak hanya di kalangan siswa, praktek korupsi dan perilaku tidak jujur juga terjadi kalangan pendidik yaitu guru. Temannya Gita yang bertugas menjual buku dari gurunya mengungkapkan alasan mengapa Gita mendapat nilai yang lebih rendah dari temannya hanya karena dia tidak membeli buku yang dijual gurunya. Nilai bukannya ditentukan prestasinya tetapi ditentukan menguntungkan atau tidaknya guru tersebut. Di lain pihak, temannya yang lain terbiasa berbohong kepada orang tuanya saat meminta uang untuk membeli buku pelajaran. Ayahnya anak ini berbohong kepada atasannya. Atasannya akan berbohong kepada atasannya. Karena ini, terbentuk lingkaran kebohongan. Temannya Gita menganggap sogok menjadi biasa. Inilah yang terjadi di masyarakat kita sekarang. Berbohong, sogok, menggunakan calo untuk menyederhanakan masalah jadi biasa. Padahal ini merupakan perbuatan yang memalukan dan merusak suatu negara. Selama korupsi belum teratasi negara ini tidak makmur. Kesejahteraan masyarakat kita tidak akan merata. Nantinya banyak orang yang kaya karena uang haram dan banyak yang miskin kelaparan yang menjadi korban korupsi yang pada akhirnya akan memicu adanya tindak kekerasan, kejahatan, pencurian, dan kejahatan lain yang semuanya berawal dari menganggap ketidakjujuran hal yang biasa.
Film “Sst jangan bilang siapa – siapa” ini menyadarkan kita bahwa :
1. Tenaga pendidik seperti guru juga melakukan tindak korupsi, misalnya dengan me mark up harga buku yang mereka jual dan setiap siswa harus membelinya. Disini siswa lah yang menjadi korban. Seorang guru harusnya memberikan pembelajaran dan contoh yang baik bukan malah mengajarkan korupsi kepada generasi muda yang menjadi calon pemimpin bangsa, karena maju atau tidaknya suatu bangsa ditentukan oleh pemuda.
2. Jaringan eksternalitas positif yang terjadi di masyarakat khususnya kaum muda. Dimana mereka membeli barang – barang karena melihat perilaku konsumsi orang lain. Gaya hidup hedonis membuat kaum muda tidak lagi kritis memikirkan darimanakah uang yang mereka peroleh. Film ini menunjukkan realitas yang terjadi di sekitar kita dimana kaum muda saja sudah mulai melakukan kebohongan – kebohongan kecil yang mereka anggap sepele. Orang tua mereka pun terbiasa melakukan korupsi kecil- kecilan yang pastinya akan turun pada anak mereka sendiri. Lingkaran kebohongan terus terbentuk karena tidak ada upaya yang nyata dalam menegakkan sikap jujur.
3. Korupsi tidak hanya terjadi di lingkungan para pejabat negara, praktek korupsi bisa terjadi dimana saja dan kapan saja bahkan didalam keluarga kita sendiri, untuk itu mulailah berbenah diri untuk menghindari prilaku koruptor.
Dari keseluruhan film pendek diatas Kita sadar bahwa :
Korupsi bisa menimpa siapa saja, sebab setiap orang berpotensi menjadi pelaku sekaligus korban korupsi. Namun, berdasarkan kenyataan, elemen masyarakat yang paling rentan dari bahaya korupsi – terseret jadi pelaku dan terhukum adalah para pejabat publik, aparat pemerintah, termasuk kalangan pelaku bisnis yang mengelola badan-badan usaha milik publik. Fenomena ini setidaknya tercermin dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, sudah puluhan bahkan ratusan pejabat (mantan pejabat) diajukan kepengadilan. Latar belakang sosial para terdakwa juga bervariasi dari mantan presiden dan keluarganya, mantan menteri, kepala badan usaha milik negara, gubernur, bupati, walikota, kepala dinas, anggota legislatif dan sebagainya, bahkan hingga pengurus Rukun Warga/Rukun Tetangga, Deretan pelaku korupsi yang bakal terseret jerat hukum tentu akan bertambah banyak, seiring dengan kuatnya tuntutan masyakat agar penanggulangan korupsi ditingkatkan dalam bentuk yang lebih efektif. Menghadapi kecenderungan ini, tentu setiap orang –terutama kelompok rentan korupsi tersebut di atas– berusaha agar anggota keluarganya terhindar dari wabah penyakit korupsi. Jadi masalah, korupsi sesungguhnya berakar pada nafsu yang kemudian menjadikan seseorang menjadi serakah mengejar kenikmatan hidup dengan jalan pintas dan melanggar hukum, seringkali bermula dari hal sepele, namun kemudian membesar karena mendapat stimulus dari orang-orang dekat. Beberapa studi mengenai korupsi menyimpulkan adanya kontribusi orang-orang dekat yang mendorong seorang pejabat melakukan korupsi. Boleh jadi mereka itu adalah Anak, Menantu, Ponakan, Isteri,Besan, Ipar, Saudara (AMPIBIS), yang karena kehidupan yang hedonis dan konsumtif kerap secara tidak sadar mendorong seseorang melakukan korupsi. Kesadaran anggota keluarga sering datang terlambat, yakni ketika masalah tersebut terlanjur menjadi perhatian publik dan pelaku masuk ke dalam perangkap hukum. Disisi lain, anggota keluarga inti ini pula yang pada gilirannya harus menanggung berbagai resiko dari perbuatan korupsi, termasuk anak keturunan seiring dengan adanya “kewajiban ahli waris” mempertanggungjawabkannya
Jenis Korupsi Menurut UU
Berdasarkan pengamatan, para pelaku korupsi kerap tidak menyadari apa yang dia lakukan dapat menyeret dirinya ke dalam penjara karena merupakan perbuatan korupsi. Seorang pengelola proyek yang menerima hadiah dari kontraktor untuk memuluskan proyek, misalnya, sering beranggapan bahwa pemberian itu sebagai “berkat”. Padahal sesungguhnya merupakan perbuatan korupsi. Demikian pula seorang bupati yang suka mengotak-atik penggunaan dana APBD sehingga menyimpang dari peruntukkan sebenarnya, demi memperkaya diri sendiri, pada dasarnya telah melakukan korupsi. Sejalan dengan tekad memerangi korupsi, maka beberapa tindakan yang bersifat koruptif, kini telah ditegaskan dalam UU No. 31 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. Perbuatan dimaksud serta ancaman hukum yang dapat dikenakan kepada pelakunya antara lain:
1. Memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi yang secara melawan hukum dan dapat merugikan keuangan/perekonomian negara.
2. Menyalahgunakan kewenangan/ kesempatan/ sarana yang ada padanya karena jabatan/ kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain yang dapat merugikan keuangan /perekonomian negara.
3. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri/penyelenggara negara supaya mau berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya atau tidak dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannnya.
4. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara.
5. a. Melakukan pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan secara curang yang dapat membahayakan keamanan orang/barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang. b. Menyerahkan barang keperluan TNI atau Polri secara curang, yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
6. Menggelapkan uang atau surat berharga, atau membiarkan barang tersebut diambil/digelapkan atau membantu menggambil/ menggelapkan.
7. Memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk administrasi.
8. Menggelapkan, menghancurkan, membuat tak dapat dipakai, merusak alat bukti dan atau membiarkan atau membantu orang lain menggelapkan, menghancurkan, membuat tak dapat dipakai, merusak alat bukti.
9. Menerima hadiah atau janji karena kewenangan/ kekuasaan jabatannya.